Ponpeshidayatulquransayungdemak
YAYASAN AL FATHONI NURUSSALAM”
Disusun untuk memenuhi tugas individu mata kuliah
SEJARAH PERADABAN ISLAM
Dosen Pengampu: Khoirul Anwar, M. AG
Disusun Oleh:
Ami Khofifatul Mardhiyah (33010190149)
FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2019
BIOGRAFI ABAH NUR FATHONI ZEIN
Ada satu sosok utama dibalik berdirinya Pondok Pesantren Hidayatul Qur’an yaitu Alm. Abah Nur Fathoni zein. Abah Nur Fathoni Zein atau biasanya dipanggil Pak Nur lahir di Demak, 21 Januari 1970 dari pasangan Ky. Zaenal Abidin dan Ny. Maunah. Beliau anak ke dua dari sepuluh bersaudara ini tidak sempat menyelesaikan pendidikan dasarnya di SD Negeri IV Ngepreh Sayung. Pendidikan yang beliau kenyam adalah pendidikan pondok pesantren.
Riwayat mondok beliau dimulai dari tahun 1983 di pondok pesantren di Boyolali, kemudian pada tahun 1984 beliau boyong (istilah untuk pindah dari pondok yang satu kepondok yang lainnya) lalu beliau melanjutkan ke pondok Al-Islah Mangkang Semarang, beliau disana hanya dua tahun kemudian boyong, dan melanjutkan kembali ke pondok pesantren Al-Ittihat Poncol Salatiga. Karena terjadi kendala ekonomi, beliau memutuskan untuk keluar dari pondok dan mandiri dengan mencari biaya sendiri untuk melanjutkan pendidikannya.
Tahun 1987 dalam usia yang masih remaja, beliau nekat ke jakarta untuk mencari uang dan melanjutkan mondoknya di Banten. Perjuangan beliau tidaklah ringan untuk dijalani dengan tekad beliau bawa untuk sebuah cita-cita besarnya. Beliau pernah menjadi pemulung, loper koran, tukang becak dan penjual nasi goreng kaki lima pernah beliau lakoni. Namun beliau tetap sabar dan ikhlas menerima sebagai bentuk perjuangan hidup. Dengan uang hasil jerih payahnya, Pak Nur pergi ke Banten untuk mondok. Puluhan pondok beliau singgahi hingga akhirnya beliau menemukan pondok yang cocok di daerah Cibuntu bernama pondok pesantren Al-Hasaniah pimpinan Syeh Hasan Armin Al Bantani. Empat tahun kemudian beliau pindah ke Gunung Karang ikut seorang tabib/ahli pengobatan bernama Abah Wahyu kurang lebih satu tahun. Kemudian beliau beralih lagi ke Saketi kabupaten Pandegelang dan belajar ilmu taktik pendidikan perjuangan kepada Ky. H. Tobari.
Tahun 1992, setalah merasa cukup mendapati apa yang beliau inginkan dan mendapat restu dari guru-gurunya, beliau meninggalkan Banten. Pak Nur juga belajar ilmu hikmah selama tiga bulan di Cirebon. Lalu pulang ke Demak untuk meminta izin orang tuanya untuk melanjutkan pendidikannya ke Jawa Timur. Tahun 1993, Pak Nur singgah ke pasuruan di pondok pesantren Darussalam pimpinan Syeh Jauhari Umar. Kurang lebih satu tahun kemudian pindah ke Jember di pondok pesantren Nurul Huda milik Ky. Mustajab Cholil, Pak Nur di percayai oleh sang guru untuk mengelola, mengurusi dan membantu penyembuhan pasien sakit jiwa dipondok.
Setelah dari Jember, beliau kembali lagi ke Demak dan menikah dengan Siti Maesaroh Al-Hafidzoh dan memulai merintis pondok pesantren Hidayatul Qur’an. Bersama sang istri, Pak Nur memegang konsep hidup yaitu, dapat bermanfaat untuk umat dan bertekad untuk terus istiqomah dan berjuang apapun yang terjadi. Pak Nur merupakan sosok yang mempunyai tekad kuat dan pantang menyerah pada keadaan. Dalam menjalankan pondoknya, beliau selalu mengambil pengalaman dari semua guru-gurunya yang tidak kenal lelah, optimis, tidak sayang pada harta dalam meningkatkan pondoknya demi menjadikan muridnya menjadi santri yang berkualitas. Lebih dari sepuluh tahun yang dijalani, beliau mempunyai harapan besar terhadap apa yang beliau perjuangkan dari titik nol. Pak Nur ingin membawa lembaga yang dipimpinnya dengan sebaik-baiknya dan menuju serta mengarah pada kemaslahatan dan bermanfaat untuk umat.
SEJARAH BERDIRINYA YAYASAN AL FATHONI ZEIN
Yayasan Al Fathoni Nurussalam bermula dari adanya pondok pesantren Hidayatul Qur’an yang berdiri pada tahun 1997, sebagai pesantren yang mengkaji beberapa kitab kuning, Tahfidul Qur’an dan sebagai lembaga yang bergerak dibidang sosial, pendidikan, kemanusiaan dan keagamaan yang didirikan oleh Ky. Nur Fathoni Zein dan Ny. Siti Maesaroh Al-Hafidzoh. Yayasan ini menaungi beberapa lembaga yaitu:
Pondok Pesantren Hidayatul Qur’an
Pondok Pesantren Hidayatul Qur’an sebagai unit lembaga tertua yang merupakan cikal bakal berdirinya Yayasan Al Fathoni Nurussalam. Didirikan pertama kali oleh Kyai Nur Fathoni Zein dan Ibu Nyai Siti Maesaroh sebagai lembaga pendidikan agama yang bertujuan menciptakan generasi berakhlaqul karimah, dan menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist dalam kehidupan sehari-hari.
Jurusan pendidikan yang ada dipondok pesantren Hidayatul Qur’an ada dua yaitu, kajian kitab yang ditangani oleh Kyai Nur Fathoni dan dibantu beberapa ustadz. Program yang kedua adalah Tahfidzul Qur’an (Hafalan Qur’an) yang sepenuhnya ditangani oleh Ibu Siti Maesaroh Al-Hafidzoh. Kelebihan santri pondok pesantren Hidayatul Qur’an adalah selain mereka mendapatkan ilmu sesuai dengan program yang mereka pilih mereka juga diajarkan ilmu yang berkaitannya dengan penyembuhan penyakit kejiwaan. Para santri Hidayatul Qur’an menjadi personil yang membantu mengurus dan menangani penyembuhan klien sakit jiwa di Panti Rehabilitasi Nurussalam. Pondok Pesantren Hidayatul Qur’an telah mencetak santri Hafidz dan Hafidzoh yang kini mengabdi di pondok pesantren maupun mengabdikan diri dalam perjuangan syiar islam di masyarakat.
RA Darussalam
RA Darussalam ini dibangun pada tahun 2001. RA Darussalam juga sebagai unit pendidikan usia dini setara dengan TK yang menanamkan nilai-nilai keagamaan dalam kegiatan belajar mengajarnya. Pekanan dalam pengajarannya di RA Darussalam adalah bimbingan membaca tanpa teknik mengeja. RA Darussalam tidak menggunakan sistem guru kelas tetapi sistem guru mata pelajaran. Materi yang diajarkan meliputi membaca, menghitung, menulis, dan menambahkan pelajaran agama seperti menghafal asmaul husna, sholawat nariyah, hafalan surat pendek dan do’a sehari-hari.
MI Darussalam
Didirikan sebagai jenjang penddikan lanjutan dari RA yang sudah berdiri dua tahun sebelumnya. Berdiri tahun 2003 masih dengan nama Sekolah Dasar Islam (SDI) ysng menambahkan pelajaran-pelajaran keagamaan dalam pembelajarannya. Pada tanggal 14 Juli 2005, (SDI) mendapatkan izin resmi oleh operasional dari Dapartemen Agama Kabupaten Demak kemudian berganti nama menjadi MI Darussalam. Kurikulum yang diterapkan di MI Darussalam menggunakan “kurikulum plus” yaitu kurikulum terpadu antara kurikulum nasional (umum) dengan kurikulum agama. Staff pengajar MI Darussalam merupakan tenaga yang berkomponen dalam bidang mata pelajaran masing-masing baik yang berasal dari pondok pesantren Hidayatul Qur’an maupun diluar yang juga masih mempunyai dasar pendidikan pondok pesantren. Kegiatan ekstra kurikuler di MI Darussalam diantaranya pramuka, rebana dan drumband.
TPQ Darussalam
Taman Pendidikan Al-Qur’an atau TPQ Darussalam sebagai unit kegiatan tambahan yang dilaksanakan di pondok pesantren Hidayatul Qur’an memberikan Pelajaran Agama khusus untuk anak di usia dini mulai dari umur 3-6 tahun. Materi yang diajarkan meliputi pelajaran-pelajaran dasar islam: bimbingan sholat, qiroati, hafalan surat pendek (juz’ama) dan do’a sehari-hari.
MTs SA PP Hidayatul Qur’an
Madrasah MTs SA PP Hidayatul Qur’an berdiri pada tahun 2009 di bawah naungan Yayasan Al Fathoni Nurussalam Sayung, Demak.
MA Hidayatul Qur’an
Madrasah Aliyah Hidayatul Qur’an juga berada dibawah naungan Yayasan Al Fathoni Nurussalam.
Panti Rehabilitasi Sakit Jiwa Nurussalam (Pondok Loro Jiwo)
Panti Rehabilitasi Sakit Jiwa Nurussalam merupakan lembaga rehabilitasi sakit jiwa yang khusus menangani penyembuhan orang-orang yang mempunyai kelainan jiwa seperti stress, cacat mental, narkoba dan gangguan kejiwaan lainnya. Berdirinya kurang lebih pertengahan tahun 2000 yang dilatar belakangi oleh keinginan Kyai Nur Fathoni Zein untuk mengambil, menyembuhkan dan kemudian mendidik orang-orang gila jalanan di sekitar pondok agar bisa hidup normal, bermanfaat dan diterima kembali oleh masyarakat.
Perjalanan yang dilalui oleh Yayasan Al Fathoni Nurussalam sebagai penaung kegiatan unit-unit dibawahnya tentu saja merupakan awal dari sebuah perjalanan yang masih panjang. Hasil akhir yang ingin diwujudkan adalah membentuk generasi yang bisa menjadi rohmatan lil ‘alamin. Nama Nurussalam yang berarti cahaya penerang keselamatan, diharapkan dalam setiap langkahnya mampu menjadi cahaya penerang bagi banyak orang untuk menuju keselamatan di dunia maupun akhirat. Yayasan Al Fathoni Nurussalam ini berdiri secara resmi pada tanggal 28 Maret 2005.
Pada tahun 2007 menjadi awal kebangkitan baru bagi lembaga ini. Perkembangan demi perkembangan mulai terlihat baik segi fisik maupun sistem. Dukungan dari berbagai pihak baik dari materi atau spirit mulai berdatangan. Termasuk dari Bupati Demak yang menandatangani prasasti persemian gedung baru milik panti rehabilitasi secara langsung tepatnya tanggal 1 Juni 2007. Tahun 2008 juga di bangun dua lokal tambahan untuk pasien/klien yang secara resmi dioprasikan dengan penandatanganan prasasti oleh Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Jawa Tengah dan Rektor Unissula Semarang pada tanggal 18 Januari 2008.
Pada sekitar tahun 2000 Direktur PT Darma Bandar Mandala Bapak H. Deddy Wiyardi Hadiatmo berniat sowan di kediaman rumah Romo Ky. Nur Fathoni sekaligus bertujuan untuk berobat kepada Ky. Nur, setelah berobat kepada romo Ky. Nur Fathoni akhirnya Bapak H. Deddy Wiyardi Hadiatmo sembuh.
Bapak H. Deddy Wiyardi Hadiatmo berniat untuk membantu sepenuhnya kepada yayasan Al Fathoni Nurussalam, pada saat Bapak H. Deddy sholat berjama’ah beserta rombongannya, beliau melihat kondisi mushola yang dikiranya masih perlu perbaikan. Akhirnya Bapak H. Deddy pun berbincang-bincang dengan Romo Ky. Nur mengenai niatnya yang ingin membangun masjid, dan niat baik Bapak H. Deddy pun di setujui dan itu merupakan impian Romo Ky. Nur sejak pertama berjuang di yayasan ini.
Tapi, takdir Allah berkehendak lain sebelum masjid itu berdiri sepenuhnya Abah Nur Fathoni sudah wafat terlebih dahulu pada tanggal 14 Robbiul Awwal H/26 Desember 2015. Beliau wafat dengan umur kurang lebih 45 tahun. Sebelum Abah Nur Fathoni Wafat, beliau sempat sakit dan di larikan ke RS Sultan Agung Semarang kurang lebih selama tiga hari.
Tak hanya do’a dari sanak keluarga beliau, semua santri bahkan para sahabat beliau pun turut mendo’akan agar beliau lekas sembuh dan dapat memimpin Pondok Pesantren Hidayatul Qur’an seperti sedia kala lagi. Tapi pada hari ketiga akhirnya beliau wafat dalam melawat penyakit yang di deritanya. Beliau meninggalkan dua istri dan tiga putri dan satu putranya. Pihak keluarga, santri, sahabat beliau, bahkan para tetangga belaiau pun merasa kehilangan sosok Abah Nur yang tak kenal lelah dalam memperjuangkan agama Allah. Makam Abah Nur Fathoni pun berada di dalam ruang lingkup Pondok Pesantren Hidayatul Qur’an. Para santri bisa berkunjung dan mendo’akan Alm. Abah Nur setiap harinya tapi biasanya para santri berkunjung disetiap hari kamis sore bagi santri putra, sedangkan santri putri biasanya berkunjung di jum’at pagi setelah ba’da shalat subuh.
Meskipun Abah Nur sudah wafat, keinginan Bapak H. Deddy Wiyardi Hadiatmo untuk membangun masjid pun masih berjalan hingga pada tanggal 27 Oktober 2019 masjid itu pun berdiri di samping makam Abah Nur Fathoni. Impian Abah Nur dan Bapak H. Deddy Wiyardi Hadiatmo pun tercapai hingga saat ini masjid yang di namai “ NURUL FATHONI” menjadi pusat aktivitas kerohanian para santri dan siswa siswi Yayasan Al Fathoni Nurussalam. Setelah wafatnya Abah Nur kepemimpin pondok pun di ambil alih oleh Ibu Nyai Siti Maesaroh Al-Hafidzoh dengan di bantu para ustad dan pengurus pondok pesantren hidyataul qur’an hingga saat ini.
Disusun untuk memenuhi tugas individu mata kuliah
SEJARAH PERADABAN ISLAM
Dosen Pengampu: Khoirul Anwar, M. AG
Disusun Oleh:
Ami Khofifatul Mardhiyah (33010190149)
FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2019
BIOGRAFI ABAH NUR FATHONI ZEIN
Ada satu sosok utama dibalik berdirinya Pondok Pesantren Hidayatul Qur’an yaitu Alm. Abah Nur Fathoni zein. Abah Nur Fathoni Zein atau biasanya dipanggil Pak Nur lahir di Demak, 21 Januari 1970 dari pasangan Ky. Zaenal Abidin dan Ny. Maunah. Beliau anak ke dua dari sepuluh bersaudara ini tidak sempat menyelesaikan pendidikan dasarnya di SD Negeri IV Ngepreh Sayung. Pendidikan yang beliau kenyam adalah pendidikan pondok pesantren.
Riwayat mondok beliau dimulai dari tahun 1983 di pondok pesantren di Boyolali, kemudian pada tahun 1984 beliau boyong (istilah untuk pindah dari pondok yang satu kepondok yang lainnya) lalu beliau melanjutkan ke pondok Al-Islah Mangkang Semarang, beliau disana hanya dua tahun kemudian boyong, dan melanjutkan kembali ke pondok pesantren Al-Ittihat Poncol Salatiga. Karena terjadi kendala ekonomi, beliau memutuskan untuk keluar dari pondok dan mandiri dengan mencari biaya sendiri untuk melanjutkan pendidikannya.
Tahun 1987 dalam usia yang masih remaja, beliau nekat ke jakarta untuk mencari uang dan melanjutkan mondoknya di Banten. Perjuangan beliau tidaklah ringan untuk dijalani dengan tekad beliau bawa untuk sebuah cita-cita besarnya. Beliau pernah menjadi pemulung, loper koran, tukang becak dan penjual nasi goreng kaki lima pernah beliau lakoni. Namun beliau tetap sabar dan ikhlas menerima sebagai bentuk perjuangan hidup. Dengan uang hasil jerih payahnya, Pak Nur pergi ke Banten untuk mondok. Puluhan pondok beliau singgahi hingga akhirnya beliau menemukan pondok yang cocok di daerah Cibuntu bernama pondok pesantren Al-Hasaniah pimpinan Syeh Hasan Armin Al Bantani. Empat tahun kemudian beliau pindah ke Gunung Karang ikut seorang tabib/ahli pengobatan bernama Abah Wahyu kurang lebih satu tahun. Kemudian beliau beralih lagi ke Saketi kabupaten Pandegelang dan belajar ilmu taktik pendidikan perjuangan kepada Ky. H. Tobari.
Tahun 1992, setalah merasa cukup mendapati apa yang beliau inginkan dan mendapat restu dari guru-gurunya, beliau meninggalkan Banten. Pak Nur juga belajar ilmu hikmah selama tiga bulan di Cirebon. Lalu pulang ke Demak untuk meminta izin orang tuanya untuk melanjutkan pendidikannya ke Jawa Timur. Tahun 1993, Pak Nur singgah ke pasuruan di pondok pesantren Darussalam pimpinan Syeh Jauhari Umar. Kurang lebih satu tahun kemudian pindah ke Jember di pondok pesantren Nurul Huda milik Ky. Mustajab Cholil, Pak Nur di percayai oleh sang guru untuk mengelola, mengurusi dan membantu penyembuhan pasien sakit jiwa dipondok.
Setelah dari Jember, beliau kembali lagi ke Demak dan menikah dengan Siti Maesaroh Al-Hafidzoh dan memulai merintis pondok pesantren Hidayatul Qur’an. Bersama sang istri, Pak Nur memegang konsep hidup yaitu, dapat bermanfaat untuk umat dan bertekad untuk terus istiqomah dan berjuang apapun yang terjadi. Pak Nur merupakan sosok yang mempunyai tekad kuat dan pantang menyerah pada keadaan. Dalam menjalankan pondoknya, beliau selalu mengambil pengalaman dari semua guru-gurunya yang tidak kenal lelah, optimis, tidak sayang pada harta dalam meningkatkan pondoknya demi menjadikan muridnya menjadi santri yang berkualitas. Lebih dari sepuluh tahun yang dijalani, beliau mempunyai harapan besar terhadap apa yang beliau perjuangkan dari titik nol. Pak Nur ingin membawa lembaga yang dipimpinnya dengan sebaik-baiknya dan menuju serta mengarah pada kemaslahatan dan bermanfaat untuk umat.
SEJARAH BERDIRINYA YAYASAN AL FATHONI ZEIN
Yayasan Al Fathoni Nurussalam bermula dari adanya pondok pesantren Hidayatul Qur’an yang berdiri pada tahun 1997, sebagai pesantren yang mengkaji beberapa kitab kuning, Tahfidul Qur’an dan sebagai lembaga yang bergerak dibidang sosial, pendidikan, kemanusiaan dan keagamaan yang didirikan oleh Ky. Nur Fathoni Zein dan Ny. Siti Maesaroh Al-Hafidzoh. Yayasan ini menaungi beberapa lembaga yaitu:
Pondok Pesantren Hidayatul Qur’an
Pondok Pesantren Hidayatul Qur’an sebagai unit lembaga tertua yang merupakan cikal bakal berdirinya Yayasan Al Fathoni Nurussalam. Didirikan pertama kali oleh Kyai Nur Fathoni Zein dan Ibu Nyai Siti Maesaroh sebagai lembaga pendidikan agama yang bertujuan menciptakan generasi berakhlaqul karimah, dan menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist dalam kehidupan sehari-hari.
Jurusan pendidikan yang ada dipondok pesantren Hidayatul Qur’an ada dua yaitu, kajian kitab yang ditangani oleh Kyai Nur Fathoni dan dibantu beberapa ustadz. Program yang kedua adalah Tahfidzul Qur’an (Hafalan Qur’an) yang sepenuhnya ditangani oleh Ibu Siti Maesaroh Al-Hafidzoh. Kelebihan santri pondok pesantren Hidayatul Qur’an adalah selain mereka mendapatkan ilmu sesuai dengan program yang mereka pilih mereka juga diajarkan ilmu yang berkaitannya dengan penyembuhan penyakit kejiwaan. Para santri Hidayatul Qur’an menjadi personil yang membantu mengurus dan menangani penyembuhan klien sakit jiwa di Panti Rehabilitasi Nurussalam. Pondok Pesantren Hidayatul Qur’an telah mencetak santri Hafidz dan Hafidzoh yang kini mengabdi di pondok pesantren maupun mengabdikan diri dalam perjuangan syiar islam di masyarakat.
RA Darussalam
RA Darussalam ini dibangun pada tahun 2001. RA Darussalam juga sebagai unit pendidikan usia dini setara dengan TK yang menanamkan nilai-nilai keagamaan dalam kegiatan belajar mengajarnya. Pekanan dalam pengajarannya di RA Darussalam adalah bimbingan membaca tanpa teknik mengeja. RA Darussalam tidak menggunakan sistem guru kelas tetapi sistem guru mata pelajaran. Materi yang diajarkan meliputi membaca, menghitung, menulis, dan menambahkan pelajaran agama seperti menghafal asmaul husna, sholawat nariyah, hafalan surat pendek dan do’a sehari-hari.
MI Darussalam
Didirikan sebagai jenjang penddikan lanjutan dari RA yang sudah berdiri dua tahun sebelumnya. Berdiri tahun 2003 masih dengan nama Sekolah Dasar Islam (SDI) ysng menambahkan pelajaran-pelajaran keagamaan dalam pembelajarannya. Pada tanggal 14 Juli 2005, (SDI) mendapatkan izin resmi oleh operasional dari Dapartemen Agama Kabupaten Demak kemudian berganti nama menjadi MI Darussalam. Kurikulum yang diterapkan di MI Darussalam menggunakan “kurikulum plus” yaitu kurikulum terpadu antara kurikulum nasional (umum) dengan kurikulum agama. Staff pengajar MI Darussalam merupakan tenaga yang berkomponen dalam bidang mata pelajaran masing-masing baik yang berasal dari pondok pesantren Hidayatul Qur’an maupun diluar yang juga masih mempunyai dasar pendidikan pondok pesantren. Kegiatan ekstra kurikuler di MI Darussalam diantaranya pramuka, rebana dan drumband.
TPQ Darussalam
Taman Pendidikan Al-Qur’an atau TPQ Darussalam sebagai unit kegiatan tambahan yang dilaksanakan di pondok pesantren Hidayatul Qur’an memberikan Pelajaran Agama khusus untuk anak di usia dini mulai dari umur 3-6 tahun. Materi yang diajarkan meliputi pelajaran-pelajaran dasar islam: bimbingan sholat, qiroati, hafalan surat pendek (juz’ama) dan do’a sehari-hari.
MTs SA PP Hidayatul Qur’an
Madrasah MTs SA PP Hidayatul Qur’an berdiri pada tahun 2009 di bawah naungan Yayasan Al Fathoni Nurussalam Sayung, Demak.
MA Hidayatul Qur’an
Madrasah Aliyah Hidayatul Qur’an juga berada dibawah naungan Yayasan Al Fathoni Nurussalam.
Panti Rehabilitasi Sakit Jiwa Nurussalam (Pondok Loro Jiwo)
Panti Rehabilitasi Sakit Jiwa Nurussalam merupakan lembaga rehabilitasi sakit jiwa yang khusus menangani penyembuhan orang-orang yang mempunyai kelainan jiwa seperti stress, cacat mental, narkoba dan gangguan kejiwaan lainnya. Berdirinya kurang lebih pertengahan tahun 2000 yang dilatar belakangi oleh keinginan Kyai Nur Fathoni Zein untuk mengambil, menyembuhkan dan kemudian mendidik orang-orang gila jalanan di sekitar pondok agar bisa hidup normal, bermanfaat dan diterima kembali oleh masyarakat.
Perjalanan yang dilalui oleh Yayasan Al Fathoni Nurussalam sebagai penaung kegiatan unit-unit dibawahnya tentu saja merupakan awal dari sebuah perjalanan yang masih panjang. Hasil akhir yang ingin diwujudkan adalah membentuk generasi yang bisa menjadi rohmatan lil ‘alamin. Nama Nurussalam yang berarti cahaya penerang keselamatan, diharapkan dalam setiap langkahnya mampu menjadi cahaya penerang bagi banyak orang untuk menuju keselamatan di dunia maupun akhirat. Yayasan Al Fathoni Nurussalam ini berdiri secara resmi pada tanggal 28 Maret 2005.
Pada tahun 2007 menjadi awal kebangkitan baru bagi lembaga ini. Perkembangan demi perkembangan mulai terlihat baik segi fisik maupun sistem. Dukungan dari berbagai pihak baik dari materi atau spirit mulai berdatangan. Termasuk dari Bupati Demak yang menandatangani prasasti persemian gedung baru milik panti rehabilitasi secara langsung tepatnya tanggal 1 Juni 2007. Tahun 2008 juga di bangun dua lokal tambahan untuk pasien/klien yang secara resmi dioprasikan dengan penandatanganan prasasti oleh Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Jawa Tengah dan Rektor Unissula Semarang pada tanggal 18 Januari 2008.
Pada sekitar tahun 2000 Direktur PT Darma Bandar Mandala Bapak H. Deddy Wiyardi Hadiatmo berniat sowan di kediaman rumah Romo Ky. Nur Fathoni sekaligus bertujuan untuk berobat kepada Ky. Nur, setelah berobat kepada romo Ky. Nur Fathoni akhirnya Bapak H. Deddy Wiyardi Hadiatmo sembuh.
Bapak H. Deddy Wiyardi Hadiatmo berniat untuk membantu sepenuhnya kepada yayasan Al Fathoni Nurussalam, pada saat Bapak H. Deddy sholat berjama’ah beserta rombongannya, beliau melihat kondisi mushola yang dikiranya masih perlu perbaikan. Akhirnya Bapak H. Deddy pun berbincang-bincang dengan Romo Ky. Nur mengenai niatnya yang ingin membangun masjid, dan niat baik Bapak H. Deddy pun di setujui dan itu merupakan impian Romo Ky. Nur sejak pertama berjuang di yayasan ini.
Tapi, takdir Allah berkehendak lain sebelum masjid itu berdiri sepenuhnya Abah Nur Fathoni sudah wafat terlebih dahulu pada tanggal 14 Robbiul Awwal H/26 Desember 2015. Beliau wafat dengan umur kurang lebih 45 tahun. Sebelum Abah Nur Fathoni Wafat, beliau sempat sakit dan di larikan ke RS Sultan Agung Semarang kurang lebih selama tiga hari.
Tak hanya do’a dari sanak keluarga beliau, semua santri bahkan para sahabat beliau pun turut mendo’akan agar beliau lekas sembuh dan dapat memimpin Pondok Pesantren Hidayatul Qur’an seperti sedia kala lagi. Tapi pada hari ketiga akhirnya beliau wafat dalam melawat penyakit yang di deritanya. Beliau meninggalkan dua istri dan tiga putri dan satu putranya. Pihak keluarga, santri, sahabat beliau, bahkan para tetangga belaiau pun merasa kehilangan sosok Abah Nur yang tak kenal lelah dalam memperjuangkan agama Allah. Makam Abah Nur Fathoni pun berada di dalam ruang lingkup Pondok Pesantren Hidayatul Qur’an. Para santri bisa berkunjung dan mendo’akan Alm. Abah Nur setiap harinya tapi biasanya para santri berkunjung disetiap hari kamis sore bagi santri putra, sedangkan santri putri biasanya berkunjung di jum’at pagi setelah ba’da shalat subuh.
Meskipun Abah Nur sudah wafat, keinginan Bapak H. Deddy Wiyardi Hadiatmo untuk membangun masjid pun masih berjalan hingga pada tanggal 27 Oktober 2019 masjid itu pun berdiri di samping makam Abah Nur Fathoni. Impian Abah Nur dan Bapak H. Deddy Wiyardi Hadiatmo pun tercapai hingga saat ini masjid yang di namai “ NURUL FATHONI” menjadi pusat aktivitas kerohanian para santri dan siswa siswi Yayasan Al Fathoni Nurussalam. Setelah wafatnya Abah Nur kepemimpin pondok pun di ambil alih oleh Ibu Nyai Siti Maesaroh Al-Hafidzoh dengan di bantu para ustad dan pengurus pondok pesantren hidyataul qur’an hingga saat ini.
Komentar
Posting Komentar